Fokus
Piala AFF 2010
Indonesia, Sekarang Atau Tidak Sama Sekali
Regenerasi dan naturalisasi menyuntikkan ‘darah segar’ bagi tim nasional Indonesia.
Sabtu, 4 Desember 2010, 00:53 WIB
Edwan Ruriansyah Harapan masyarakat Indonesia sedang tinggi, setelah muncul pemain-pemain baru, termasuk pemain naturalisasi. Selain itu, ekspektasi pecinta sepakbola Tanah Air besar setelah laga perdana Piala AFF 2010, timnas berhasil menghempaskan Malaysia 5-1 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu 1 Desember 2010.
Di bawah arahan pelatih asal Austria, Alfred Riedl, timnas mampu menyuguhkan permainan menarik. Hal ini menggugah kembali euforia yang sempat terbit di Piala Asia 2007. Saat itu, 90.000 penonton memadati stadion kebanggaan tanah air itu untuk mendukung Tim Merah Putih.
Penonton pada laga Indonesia vs Malaysia hanya sekitar 30.000. Tapi, mereka terdengar sangat bergemuruh dan terus memberikan dukungan. Semakin bergemuruh di tengah 'hujan' lima gol ke gawang Malaysia. Euforia dan ekspektasi baru menyertai langkah Tim Merah Putih.
Di ajang sepakbola tertinggi di kawasan ASEAN ini, prestasi Indonesia belum pernah juara. Prestasi tertinggi tiga kali menjadi finalis. Indonesia kalah dengan Thailand dan Singapura yang telah tiga kali menjadi juara. Terakhir, Vietnam menyodok dengan menjadi juara pada Piala AFF 2008. Indonesia pada laga dua tahun lalu hanya menjadi peringkat 4.
Regenerasi & Naturalisasi
Kini, Indonesia punya Alfred Riedl. Pria asal negeri komposer hebat Wolfgang Amadeus Mozart ini menjadi tumpuan untuk meracik strategi yang tepat bagi pasukan Merah Putih. ada yang unik dari Riedl, yakni keengganannya untuk memuji kelebihan atau mencemooh para pemainnya.
“Kelebihan dan kekurangan pemain milik tim. Saya tak mau mengomentari satu pemain yang bermain bagus atau pemain lain yang tampil jelek,” kata Riedl.
Tampaknya, Riedl coba melindungi pemain dan membuat solid pasukannya. Pelatih 61 tahun ini juga punya agenda besar untuk tim yang diasuhnya.
Riedl merancang regenerasi di timnas dengan memainkan banyak pemain muda. Pemain berstatus 'kawakan' yang menjadi starter Riedl saat itu hanya kiper Markus Horison, Maman Abdurachman, Firman Utina dan Muhamad Ridwan.
Lebih dari setengah pemain timnas diisi muka-muka baru. Striker beken Bambang Pamungkas pencatat rekor gol terbanyak di timnas pun harus menerima status sebagai pemain cadangan. Muka-muka baru macam playmaker Ahmad Bustomi, bek dan sayap lincah Zulkifli Syukur serta Oktovianus Maniani benar-benar menyegarkan penampilan timnas.
Regenerasi ala Riedl didukung oleh usaha PSSI dan pemerintah melakukan naturalisasi. Langkah ini banyak dilakukan negara-negara lain. Di kawasan ASEAN, Singapura telah melakukannya kepada banyak pemain asal Eropa dan Afrika.
Indonesia memberikan paspor kepada Christian 'El Loco' Gonzales sejak 1 November 2010. El Loco telah lima tahun lebih bermukim, dan bermain di Indonesia serta berprestasi sangat bagus. Pemain asal Uruguay ini juga beristri orang Indonesia.
Meski tak muda lagi, 34 tahun, El Loco menyambut paspor Indonesianya dengan penampilan tak mengecewakan. Satu gol melawan Malaysia bukti pertanggungjawabannya kepada paspor hijau yang telah ditunggu bersama istrinya, Eva sejak lama.
Satu lagi terobosan Riedl yakni menduetkan El Loco dengan pemain keturunan Belanda, Irfan Haarys Bachdim. Irfan juga mencetak gol perdana bagi Indonesia dalam debutnya. Sejak saat itu, nama pemain 22 tahun kelahiran Amsterdam ini melambung.
Irfan yang pernah ditolak Persija Jakarta dan Persib Bandung itu kini menjelma menjadi bintang baru. Irfan pun masih menyikapinya dengan santun. “Gol saya tak lebih berarti dibanding kemenangan timnas,” katanya.
Penampilan Irfan yang tak kenal lelah di laga itu menjadi tandem bagi El Loco. Tampaknya, Riedl memilih kombinasi El Loco-Irfan dengan perhitungan matang. El Loco yang bertipe finisher sangat cocok dipasangkan dengan striker tipe pekerja macam Irfan. Satu lagi, kombinasi keduanya yang relatif baru, belum diantisipasi rival-rival Indonesia di ajang Piala AFF.
Ketika pemain muka-muka baru belum terdeteksi kemampuannya oleh para rival. Ketika ‘darah segar’ El Loco-Irfan Bachdim belum dikenali oleh musuh. Inilah saat terbaik mencetak prestasi dengan dukungan berlimpah publik saat Indonesia menjadi tuan rumah. Atau, tidak sama sekali. (sj)
0 komentar:
Posting Komentar